Ketika Aku (harus) Bicara Antara PILKADA DKI dan Agama......



Ketika Aku (harus) Bicara Antara PILKADA DKI dan Agama......

            Dilahirkan di tahun 1995 di Jakarta, hadir di tengah keluarga turunan Betawi dan lingkungan yang masih amat kental dengan budaya asli Jakarta menjadikan aku seorang anak ibukota yang medok dengan budaya betawi. Ngomong ceplas ceplos, sanak keluarga yang selalu ramai, rumah yang berdekatan masih menjadi bagian dari kehidupan sampai saat ini. Hingga tahun ini, 2017 aku masih berada di Jakarta. Bukan Jakarta yang ada di pusat kota, melainkan Jakarta pinggiran yang bertetangga dengan Tangerang Selatan. Lahir dan besar di Jakarta, dan belum tau apakah hingga tua berada di ibukota negara republik ini. Belum pernah menjadi anak rantau walaupun hati kecil sangat ingin merasakan. Takdir berkata lain, aku harus menjadi tuan rumah yang menyambut pendatang untuk menuntut ilmu. Menyambut mereka yang mencari kehidupan lebih layak, dan menyambut mereka yang mengharapkan masa depan lebih cerah. Aku menyaksikan perubahan di Jakarta, walau hanya di tempat aku tinggal. Aku merasakan bagaimana lingkunganku yang khas dengan budaya Jakarta perlahan mulai menghilang karena globalisasi dan semakin banyaknya pendatang yang membawa efek. Menyadari saudara setanah tinggal harus tergusur di tanah lahirnya dan pindah di kota sebelah. Menyedihkan memang, ketika orang Betawi harus meninggalkan rumahnya karena tidak mampu bersaing dan karena sifat ketamakan. Namun mungkin inilah hidup, dimana seleksi alam dan persaingan terus terjadi. Jakarta mungkin tidak lagi milik orang Betawi, keheterogenan penduduknya membuat Jakarta bisa dipanggil Megapolitan. Menjadi ibukota negara yang memaksa Jakarta harus menjadi pusat pemerintahan. Pembangunan di kota ini diharapkan menjadi percontohan bagi daerah lain di luar Jakarta. Urbanisasi tidak dilarang, namun dengan urbanisasi ini membuat hati kecil meringis menyaksikan perlahan budayanya harus luntur. Jakarta mungkin tidak lagi menjadi milik orang Betawi, karena penduduk asli Betawi sudah tergusur dan menyisakan sedikit yang bisa bertahan.

            Mungkin bagi Anda ini bukanlah masalah yang besar, tapi bagi aku ini adalah kenyataan yang menyakitkan. Terlebih ini terasa saat moment PILKADA seperti saat ini. Mereka yang menggunakan hak suara untuk memilih pemimpin ibukota, tidak banyak yang masih keturunan Betawi. Jakarta sebagai central, menaruhkan banyak harapan bagi mereka yang memutuskan merantau di kota ini. Saat ini, PILKADA DKI Jakarta tidak hanya tentang masa depan Jakarta melainkan masa depan umat islam. Loh ko jadi nyambung kesana? Flashback masalah yang terjadi di Jakarta semua orang akan tau apa maksudnya. Aku seorang muslim, agamaku tidak mengajarkan umatnya untuk menimbulkan perpecahan. Agamaku mencintai kedamaian, namun suatu statement membuat umat muslim harus melakukan tindakan. Jika bukan karena seorang pemimpin ibukota yang mencetuskan statement tersebut, mungkin aksi yang dilakukan umat muslim tidak akan seviral ini. Statement yang juga masih pro kontra apakah termasuk penistaan atau tidak, mungkin lebih baik tidak diucapkan oleh seorang pemimpin agar tidak menimbulkan konflik. Pemimpin yang seharusnya bisa menyatukan, malah beliau yang memulai perpecahan. Mereka yang tidak sependapat mungkin akan menganggap ini hal yang berlebihan, namun agamaku mengajarkan bahwa umatnya harus selalu membela agama yang menjadi penuntun hidup. Jika hal ini terajadi pada agama Anda, apa yang akan Anda perbuat?

            Belum selesai dengan kasus tersebut, sang pemimpin kembali mencalonkan diri untuk bisa melanjutkan perjuangannya membawa perubahan di ibukota. Hal tersebut membuat telinga ini semakin sering mendengar nama pemimpin tersebut, dan membuat banyak orang harus berstatement  mengkaitkan PILKADA dengan agama. Mungkin, umat muslim di seluruh nusantara saat ini sedang berharap bahwa mereka berstatus penduduk Jakarta agar bisa memiliki hak suara dalam menentukan nasib ibukota, dan nasib agama mereka. Umat muslim sangat berharap ibukota ini dipimpin oleh pemimpin baru yang bisa memimpin sesuai ajaran Islam, sehingga mereka menitipkan harapan tersebut kepada penduduk di Jakarta. Akupun memilih pemimpin muslim yang akan memimpin kota kelahiranku. Riweh, panas, dengan argumen beberapa orang dan dimanapun dengan suasana PILKADA DKI Jakarta, bahkan walaupun PILKADA ini serentak di beberapa daerah Indonesia, rasanya PILKADA hanya milik Jakarta.

            Aku tidak tahu apakah pemimpin ibukota saat ini memiliki ‘tujuan’ khusus atau tidak, yang aku tau beliau pasti memperjuangkan agar Jakarta semakin layak untuk disebut ibukota. Aku tidak tahu ‘rencana’ apa yang dipersiapkan untuk mewujudkan hal tersebut, yang aku tau beliau sudah berusaha. Aku tidak menyebut beliau buruk dalam memimpin, karena aku pernah merasakan menjadi seorang pemimpin dan itu sangat sulit dijalankan. Mewujudkan banyak harapan dengan waktu 24 jam dalam sehari. Memikul amanah agar menjadi berkah. Ada yang suka, dan banyak pula yang tidak suka dengan pemimpin ibukota saat ini. Keduanya selalu saling berargumen, dan mencela selalu dilakukan.

            PILAKADA masih berlangsung. Aku bukanlah seorang muslim yang tidak luput dari dosa. Aku tidak sempurna, aku juga masih banyak kekurangan dalam beribadah. Ketika banyak cibiran yang mengkaitkan politik dengan agama, aku memilih diam untuk tidak berkomentar banyak. Karena yang aku lihat dari sudut pandangku, terlalu banyak berkomentar untuk hal tersebut malah akan semakin menimbulkan perpecahan. ‘Pilihlah pemimpin muslim’ aku sepakat dengan orang yang berkomentar tersebut, karena hal tersebut sesuai dengan Al-Quran surat An-Nisa ayat 138-140. ‘yailah dia kan udah ngasih perubahan, gausah sok paling beriman pake ngelarang larang’ aku juga sepakat dengan statement tersebut karena memang benar beliau sudah berusaha. Tapi toleransi beragama harus kembali kita tunjukkan bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk memilih pemimpin yang sesuai dengan keyakinan. Bukan mau sok punya iman yang tinggi, tapi dengan memilih pemimpin muslim, aku telah mengikuti ajaran agamaku dan setidaknya tidak menambah dosa. Ditanya kenapa milih pemimpin muslim padahal imannya belum kuat sama seperti ditanya kenapa aku berhijab padahal akhlakku belum baik.

            PILKADA masih berlangsung. Saat beberapa lembaga melakukan penghitungan cepat banyak yang memiliki hasil bahwa sang pemimpin tersebut berada dalam urutan teratas. Putaran kedua nampaknya akan terjadi. Beberapa teman dari kota sebrang berpendapat ‘gila yak, udah di demo 3x masih aja ada pemilihnya’ atau ‘walaupun unggul, masih banyak warga DKI Jakarta yang mengingkan pemimpin baru jika dilihat dari persentase pemilih yang memilih pemimpin muslim’. Aku hanya bisa bergumam dalam hati untuk menjawab, ‘kan yang mendemo masyarakat luar Jakarta, orang Jakartanya gak banyak yang mau ikutan ngedemo’. Pasti ada orang muslim yang turut memilih beliau, tidak bisa disalahkan juga karena itu menjadi hak mereka. Tapi ingatlah nasib umat muslim, ingatlah jika memang kabar burung PKI akan kembali tidak menjadi kabar burung. Aku bukanlah mahasiswa sejarah atau mahasiswa farmasi yang sangat mengetahui sejarah. Aku tidak mengerti dengan baik bagaimana masa PKI dulu, apakah benar saat jaman PKI banyak ulama yang ditangkap atau sekedar difitnah? tapi aku benar-benar sangat khawatir jika memang hal tersebut benar. Aku belum siap untuk meninggalkan kota kelahiranku yang telah memberikan banyak kenangan untuk hidupku. Jika memang tujuan dari semua kejadian ini benar untuk menjajah kembali, aku belum siap untuk menjadi budak penjajah. Jika putaran kedua benar terjadi, mungkin ini menjadi kesempatan bagi umat muslim yang ‘khilaf’ saat menentukan pilihannya kemarin.

            Aku sangat berharap pemimpin Jakarta kelak seorang muslim yang tetap mempertahankan budaya Betawi sebagai budaya asli Jakarta, namun tetap mengkonsepkan Jakarta agar bisa ‘kekinian’. Pemimpin yang aku pilihpun adalah seorang manusia, khalifah bumi yang tidak akan luput dari dosa. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kelak ketika beliau terpilih, karena belajar dari pengalaman kalau bagaimanapun bagusnya program yang dimiliki oleh seorang pemimpin dimasa pemerintahannya, jika rakyatnya masih dengan sifat yang sama maka programnya tidak akan berjalan baik sesuai dengan yang diharapkan, bahkan bisa jadi gagal. Jika gagal, maka rakyat lagi yang kembali mencibir. Karena sudah selayaknya seorang manusia tidak memiliki rasa puas. Seperti sebuah mimpi dalam diri, yang tidak aka terwujud jika tidak dengan sungguh-sungguh diwujudkan. Seperti orang diet, yang tidak akan berhasil kalau tidak menjaga pola makan dan tidak mau merubah life style.

            Aku berharap pemimpin Jakarta bisa memecahkan masalah sesuai ajaran islam tanpa menimbulkan masalah lain. Membuat perubahan untuk seluruh kalangan. Aku banyak menaruh harapan terhadap pemimpin baru kotaku ini, karena harapan adalah pembangkit mewujudkan impian. Untuk saudaraku seiman, jika memang PILKADA terjadi dengan 2 putaran, tolong maknai Q.S An-Nisa:138-140 dengan baik. Bagiku, ini bukan hanya tentang Jakarta lagi namun tentang akhirat. Aku tidak ingin perpecahan dan turut menyebarkan keburukan. Aku hanya ingin turut mengingatkan dan memohon untuk menjaga kota kelahiranku menjadi kota yang akan terus aku banggakan, walau aku terpaksa harus meninggalkannya nanti. Jika perantau hanya menganggap Jakarta sebagai kota pengabul harapan, bagi aku dan orang Betawi lainnya Jakarta adalah kota pemberi kenangan indah. Jika aku harus pergi dari kota ini, aku ingin terus rindu untuk kembali ke Jakarta. Jika menganggap ini hanya PILKADA, bagi aku dan umat muslim lainnya ini adalah perjuangan agama untuk akhirat.

“Kabarkanlah kepada mereka orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapatkan siksaan yang pedih. (Yaitu) orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al-Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari atau diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam” (Q.S An-Nisa 138-140).

Komentar