Be an ASIAN GAMES Volunteer, Why not? (Part 4: Human Resource and Volunteering Department)

“Ketika sudah tau, kemudian tertarik, maka disana akan ada rasa untuk ikut serta di dalamnya”
Dari menit menuju jam, jam menuju hari, hari menjadi bulan. Kabar akan kejelasan dimana saya akan ditempatkan bertugas dalam invitation tournament Asian Games 2018 tak kunjung tiba. Saya bergabung dalam satu grup non official whatsapp volunteer, dimana setiap waktunya ramai membicarakan terkait e-mail yang masuk ke notifikasi mereka, e-mail yang selalu ditunggu setiap volunteer, dan e-mail yang membawa kabar penempatan departemen. Namun, hingga akhir Januari, sayapun tak kunjung mendapatkan e-mail penempatan departemen. Saya gelisah, dan mencoba mengikhlaskan jika memang saya tidak jadi terlibat dalam invitation tournament Asian Games 2018 sebagai volunteer, namun saya masih menginginkan kejelasan akan status saya.

Memasuki bulan Februari, bulan yang menjadi waktu penyelenggaraan invitation tournament, e-mail yang ditunggu sejak 2 bulan lamanya akhirnya masuk ke notifikasi handphone saya. Saya ditempatkan di departemen human resource and volunteering (HRV). Saya senang sekaligus bingung, kenapa saya dimasukkan ke departemen tersebut? Terlebih tidak ada pilihan departemen tersebut yang tersedia, ketika saya mengisi application dulu. Dan saya juga tidak bisa membayangkan, seperti apa tanggung jawab di departemen tersebut, karena selama kuliah saya hanya aktif dalam dunia kesehatan dan farmasi. Informasi penempatan saya di departemen HRV, sekaligus mencantumkan undangan briefing yang dilaksanakan keesokan harinya (dadakan? Sudah biasa :D). Karena memang aktivitas saya yang luang, setelah menyelesaikan sidang perskripsian, saya bisa-bisa saja hadir dalam briefing tersebut.
Pengumuman Penempatan Divisi dan Undangan Briefing
Keesokan harinya saya berangkat menuju gedung INASGOC Headquarter, di daerah Senayan. Briefing yang saya hadiri, ternyata lebih spesifik menjelaskan jobdesk untuk wakil kordinator departemen lain, selain HRV, yang juga mendapatkan informasi penempatan posisi di waktu yang mepet seperti saya. Alhasil, hingga pulang saya masih kebingungan terkait jobdesk yang akan saya lakukan di departemen tersebut. Namun, saya pulang tanpa tangan kosong. Setelah briefing, semua volunteer HRV mendapatkan seragam di hari itu juga, berupa 3 buah kaos, 1 buah jaket, 1 buah sling bag, 1 buah topi, 1 buah jas hujan, 1 buah buku jurnal, dan 1 buah kotak pensil beserta alat tulisnya. Selain itu, di hari selanjutnya seragam yang diperoleh adalah 2 buah celana, 1 buah tas ransel, dan 1 buah guidebook volunteer. Selain mendapatkan seragam di hari itu, esok harinya saya dan volunteer HRV yang lain diminta hadir untuk mengikuti staff and volunteer management (SVM) training di gedung PPK GBK Senayan.

Proses Membagikan Seragam untuk HRV Volunteer
Tes Seragam Baru :D
SVM training dibawahi oleh departemen IT&T, dimana saya diajarkan bagaimana mengabsen setiap volunteer yang bertugas dengan menggunakan sistem. Absensi tersebut akan memuat tanggal dan waktu kehadiran, sehingga dapat diketahui berapa lama volunteer bekerja. Setelah itu, dilakukan ramah tamah dengan Bang Teguh, salah satu staff HRV. Namun, saya juga masih belum mengetahui apa saja jobdesk saya di departemen HRV, karena bang Teguhnya juga belum dapat informasi dari atasan, pada saat itu. Keesokan harinya, mulai Senin 5 Februari saya sudah mulai melaksanakan tugas di HRV. 

Suasana SVM Training
Hari pertama hingga hari ke empat bekerja, saya membantu mendistribusikan seragam ke volunteer, yang dibimbing oleh Bang Ruby dan Bang Ahmad. Distribusi seragam dibagikan berdasarkan jumlah dan ukuran (size) dari tiap kordinator departemen yang akan mengambil seragam tersebut, jadi hanya kordinator saja yang diperbolehkan menyerahkan data permintaan seragam untuk departemennya, dan saya pribadi juga tidak berani mengeluarkan barang tanpa persetujuan bang Ahmad ataupun Bang Ruby. ‘Kasarnya’, pekerjaan ini pekerjaan kuli (kotor), karena harus mengangkat-angkat banyak barang, dan saya merasa seperti membuka lapak di tanah abang hahahahhaha. Ini menjadi pengalaman yang seru buat saya, karena saya bisa merasakan pekerjaan berat dengan ditemani bumbu-bumbu celotehan dari teman HRV yang lain. Yaa, walaupun ini pekerjaan yang berat namun saya bersyukur mendapatkan teman-teman volunteer HRV yang menyenangkan dan tidak membuat saya banyak mengeluh dalam melakukan pekerjaan tersebut. Yang menarik dari pekerjaan ini adalah, seharusnya setiap barang yang keluar sesuai dengan ukuran yang diminta. Artinya, tidak boleh ada tukar barang. Namun masih aja banyak volunteer yang ingin menukar barang, dan menariknya adalah beberapa barang yang ditukar sangat tidak wajar. Contohnya, ketika si A menuliskan ukuran celana 32 dan ditukar menjadi ukuran 39 atau 40. Ini adalah ukuran yang sangat jauh, dan terkesan ‘tidak sadar ukuran tubuh sendiri’, begitu pula sebaliknya. Ketika ada volunteer yang memiliki kasus tersebut, saya berusaha sekuat mungkin menahan ketawa (maaf, tapi ini lucu banget menurut saya wkwkwkwkkwkwk). 
Pekerjaan Mendistribusikan Seragam


Udah Mirip Lapak Tanah Abang Belum? :D
Pekerjaan berikutnya yang saya lakukan adalah membantu mensortir ID Card volunteer. Dalam melakukan pekerjaan ini, saya dibimbing oleh ka Aul, my super bidadari.
Ka Aul, My Super Bidadari
Jadi, ID Card volunteer didapatkan dari departemen akreditasi, yang mencetak ID Card berdasarkan data dari HRV (telah dikirim sebelumnya). Setelah dicetak, ID Card tersebut dipastikan, apakah nama volunteer yang tertera di ID Card tersebut ada dalam database volunteer yang bekerja atau tidak, dan volunteer tersebut berasal dari departemen apa, karena saat mencetak tidak berdasarkan departemen, dan di ID Card tersebut juga tidak terdapat keterangan departemennya. Proses memastikan ID Card tersebut lebih melelahkan daripada pekerjaan mendistribusikan seragam, karena membuat mata saya lelah mencari nama yang dimaksud, dengan data hardcopy (dicari satu-satu coy, dari tiap kertas database volunteer). Setelah itu, ID Card yang telah dipastikan bahwa ‘sang pemiliknya’ benar-benar bekerja dibawa ke akreditasi kembali untuk di registrasi dan diaktivasi (karena dalam ID Card terdapat barcode). Menyebalkannya adalah, yang melakukan registrasi dan aktivasi volunteer HRV juga, karena sibuknya akreditasi mencetak ID Card yang lain. Well, supaya cepat bisa diambil oleh volunteer, maka pekerjaan tersebut saya lakukan juga. Setelah aktif, ID Card tersebut diberi hologram sebagai penanda bahwa ID Card siap digunakan. Volunteer yang mengambil ID Card juga harus menandatangani bukti bahwa ia telah mengambil ID Card tersebut. Proses ID Card memakan waktu cukup lama, hingga event selesai, masih saja ada volunteer yang belum menerima ID Card (ini lucu juga sii menurut saya wkwkwkwkwkwk). 
Cek Cek ID Card......
 ID Card menjadi penting dimiliki oleh setiap volunteer. Karena dengan memiliki ID Card, setiap volunteer bisa mendapatkan hak mereka untuk masuk ke venue yang telah ditentukan sesuai dengan tugas mereka. Masalah yang terjadi ketika volunteer tidak memiliki ID Card adalah mereka tidak bisa masuk ke venue pertandingan untuk bertugas, dan tidak bisa masuk ke athlete village bagi yang mendapatkan akomodasi disana. Untuk itu, solusinya adalah membuat venue pass untuk bisa masuk ke venue pertandingan, dan guest pass untuk bisa masuk ke athlete village. Namun jumlahnya terbatas, sehingga kartu tersebut digunakan secara bergantian oleh volunteer. Keterlambatan volunteer dalam menerima ID Card, tidak hanya berasal dari miss communication ataupun miss understanding, namun juga karena kesalahan volunteer yang mengupload foto tidak layak cetak. Maksud foto yang tidak layak cetak adalah, foto dengan ukuran muka zoom ataupun selfie, dan foto dengan crowded background seperti, berlatar belakang pemandangan ataupun latar belakang lain dengan banyak gambar. Yang dibutuhkan adalah foto layaknya pas foto, dengan latar belakang polos. Untuk itu, kedepannya diharapkan setiap volunteer mengunggah pas foto berlatar belakang putih, agar ID Card dapat cepat dicetak.
Bentuk ID Card Volunteer Invitation Tournament Asian Games 2018
 Pekerjaan lain yang saya lakukan di HRV adalah berhubungan dengan absensi. Saya mengabsen volunteer melalui sistem SVM di venue, namun hal itu saya lakukan hanya satu kali di venue atletik. Mengingat teknis mendapatkan absensi yang tidak efektif, dengan mengganggu pekerjaan kordinator maka, proses memasukkan absensi ke sistem SVM dilakukan di white house (markas HRV). Selain itu, pekerjaan yang berhubungan dengan absensi lainnya adalah merekap absensi volunteer per term, agar tiap volunteer yang bekerja, bisa mendapatkan ‘haknya’. Selain itu, saya juga membantu merekap absensi GT 1 dan GT 2, yang akan berhubungan dengan masalah rekening volunteer. Pekerjaan terakhir yang saya lakukan selama berada di HRV adalah membantu kordinator lapangan (Ka Tyas) dalam memberikan, menerima, dan merekap absensi volunteer dari departemen dibawah Ka Tyas. Selain itu, saya juga membantu merapikan jurnal harian (laporan harian) dari tiap volunteer.

Ka Tyas, My Super Mentor

Yap, pekerjaan yang saya lakukan di HRV memang secara umum mensupport apa yang dikerjakan oleh HRV. Saya yang selama ini tidak tahu bagaimana pekerjaan HRV, mendapatkan banyak ilmu baru setelah bergabung di departemen HRV. Saya yang juga volunteer, selama ini mengeluh dan berpikir negatif tentang proses recruitment, harus menelan ludah setelah tahu bagaimana departemen ini bekerja, dan masalah apa yang sebenarnya terjadi. HRV, mungkin menjadi departemen yang selalu ditegur, disalahkan, atau disudutkan oleh volunteer ketika ada kebijakan yang tidak memuaskan volunteer. Yaa, memang itu menjadi sesuatu yang wajar bagi departemen ini, mengingat pekerjaan yang dilakukan di departemen ini sangatlah dekat dengan volunteer, berhubungan dengan hak dan kewajiban, dan berurusan dengan sumber daya manusia, makhluk hidup yang memang tak pernah puas.

Saya bersyukur dapat dilibatkan di departemen ini, setidaknya saya berusaha menjadi pegawai yang berpikir ulang ketika harus menuntut hak, apakah saya sudah melaksanakan kewajiban sesuai regulasi atau belum. Saya bersyukur ada departemen ini, walau hanya 14 hari, karena mengenal begitu banyak orang inspiratif, lingkungan kerja yang fun dan professional, staff HRV yang tidak gila hormat, teman-teman yang menyenangkan, dan kepala departemen yang begitu peduli, tanpa pandang status staff ataupun volunteer.

Terima kasih INASGOC, telah memberikan saya kesempatan, untuk belajar di HRV. Memang saya tidak terjun ke lapangan secara langsung, dan tidak terlibat dalam konflik yang ada di setiap match ataupun venue Asian Games, tapi berada di HRV saya mendapatkan pengalaman di luar ekpektasi saya, yang tidak dapat saya uraikan, namun sangat berharga. Saya, yang merasa ‘volunteer sisaan’ saat awal mendapatkan e-mail penempatan departemen, kini merasa sangat bahagia dan bersyukur ditempatkan di departemen HRV. Sekali lagi, terima kasih INASGOC J

Suasana Evaluasi Departemen HRV
Suasana Evaluasi Departemen HRV















The Power of HRV Department

Komentar