"The people you meet, can change your life"
Perhelatan pesta olahraga terbesar se-Asia telah berakhir, dan menjadi salah satu relawan yang ikut merasakan atmosfer dan kesuksesan Asian Games memiliki makna tersendiri bagi saya.
Sukarelawan atau relawan (volunteer) dalam KBBI adalah orang yang melakukan sesuatu dengan sukarela (tidak diwajibkan atau dipaksakan), sehingga setiap relawan bekerja membantu negara dalam mensukseskan Asian Games secara ikhlas, tanpa mengharapkan imbalan (InsyaAllah). Saya berharap pula yang saya lakukan adalah tugas relawan sebagaimana mestinya.
Saya mengawali tugas relawan ini di departemen HRV saat invitation tournament Asian Games (ITAG), pada Februari lalu. Awalnya tidak berniat untuk kembali menjadi relawan di main event, karena tau akan disibukkan dengan jadwal kuliah, yang saya pikir tidak akan bersahabat. Tp setelah 'kecemplung' di ITAG, dan juga diberikan kesempatan membantu tugas HRV dalam mengumpulkan foto (biasa nyebut kerjaan pengabdi foto), akhirnya saya memantapkan hati melibatkan diri lagi di event ini.
Drama Placement Department
Saya mendaftar sebagai relawan medical and dopping (meddop), karena menyesuaikan dengan kuliah di bidang kesehatan, dan memang saya mulai tertarik juga dengan sport medicine. Lalu saya mendaftar pula sebagai relawan government and relation (govrel) karena gatau lagi harus pilih apa yang kiranya punya jobdesk yang cocok. Tidak ada pilihan HRV, tapi saya tetap mendaftarkan diri dalam list relawan ITAG yang ingin bertahan di HRV. Sebelum pengumuman placing departemen, saya sudah tau kalo posisi placing system result saya ada di departemen govrel. Saya bengong dan malah jadi gelisah dengan hasil penempatan itu. Saya khawatir tidak bisa membagi waktu antara kuliah dan relawan, sehingga harus mengorbankan salah satunya. Lalu saya coba komunikasikan ke staff HRV yang saya kenal terkait hal tersebut (timingnya pas saya sedang jadi pengabdi foto) dan ternyata belum final. Saya bingung, kenapa bisa lolos di govrel, memang saya memilih govrel tapi dari 100an lebih yang memilih departemen itu, hanya 9 orang yang diposisikan, dan itu termasuk saya. Probability yang sangat kecil tapi terjadi hahahaha.
Oke, singkat cerita saya diposisikanlah di departemen HRV, mengingat saya adalah alumni di departemen itu, sehingga sedikit banyak tau jobdesk dan lingkungannya. Di HRV juga saya merasa bahwa tidak ada yang harus dikorbankan antara kuliah dan tugas relawan saya.
New Jobdesk in HRV
Jobdesk saya di HRV untuk main event sedikit berbeda saat ITAG, namun punya makna dan pembelajaran yang sangat luar biasa bagi hidup saya. Saya diamanahkan sebagai petugas SVM (System Volunteer Management) di venue kompetisi, lebih tepatnya di venue pertandingan basket 5x5, yaitu di Hall Basket A dan ISTORA (saat semifinal dan final). Tugas saya adalah mengorganisir absensi setiap relawan yang bekerja di venue basket 5x5, dan sekitarnya, serta turut menjalankan fungsi departemen HRV, menuntut kewajiban relawan dan memenuhi hak relawan (sayanya mah hanya sebagai jembatan).
Tugas organisir absensi yang dilakukan adalah menandatangani lembar absensi relawan per hari, mengumpulkan lembar absensi relawan per 5 hari (per termin), memastikan relawan telah mengumpulkan lembar absensinya, menyerahkan absensi ke tim admin, serta membantu follow up hak relawan dari INASGOC. Selain absensi di lembar jurnal, sebenarnya adapula absensi melalui aplikasi dan website SVM, namun dalam pelaksanaanya penggunaan teknologi dalam absensi tersebut belum dapat diwujudkan.
Saat menjalani tugas tersebut, saya belajar bagaimana menjual pelayanan yang baik, dan benar, serta bersikap ramah terhadap relawan yang datang mencari saya untuk melakukan absensi. Saya mahasiswa farmasi yang kelak akan menjadi Apoteker (Aamin). Saya akan berhubungan dengan pasien yang memiliki sifat, psikologis, dan etika yang berbeda-beda. Tugas saya di Asian Games ini, melatih saya untuk bersikap, sehingga saya sering menganalogikan relawan sebagai pasien saya. Bersikap ramah dan sabar, walau kesal di sudutkan oleh relawan, tersenyum walau saya lelah dengan kuliah (perjalanan Ciputat-Senayan yang dekat, menjadi melelahkan), dan belajar menyembunyikan rasa unmood.
Selain itu, sebagai jembatan antara relawan dengan INASGOC, saya juga diberikan wewenang untuk mengingatkan, menegur, solve problem (jika memungkinkan) dan wajib melaporkan ke staff HRV jikalau ada relawan yang tidak memenuhi kewajibannya sebagai relawan, contohnya adalah kewajiban menggunakan seragam dari 361 dan tidak merokok di area venue.
Saat menjadi jembatan ini, saya dipaksa untuk bersikap ramah namun tetap tegas. Mengingatkan relawan untuk menggunakan seragam saat di venue, dan tidak merokok di venue adalah kebosanan saya yang terjadi berulang, karena relawan yang tidak juga mengerti. Bersikap tegas dengan melaporkan ketidak nurutan relawan saat saya ingatkan, membuahkan konsekuensi bahwa saya harus 'diambekin' oleh relawan tersebut. Situasi seeprti itu, membuat saya serba salah. Saya hanya menjalankna tugas saya secara profesional, tapi harus terima dijuluki dengan hal negatif, dan dijauhi oleh relawan tersebut. Konsekuensi yang sangat mahal harus saya tanggung.
Saat menjadi jembatan juga, saya sering difungsikan sebagai tempat mengadu untuk beberapa relawan disana. Segala masalah dan kekecotan di departemennya, maupun antar departemen, mereka adukan ke saya. Meski tidak mood untuk mendengarkan, meski jiwa dan raga saya sangat lelah, meski tidak bisa membantu menyelesaikan masalahnya, semua hal itu dengan sendirinya mengajarkan saya untuk peduli dan bersikap empati. Peduli dan empati penting bagi profesi saya di masa yang akan datang, sehingga saya coba meyakinkan diri saya untuk sabar dan ikhlas, menjalani dan memaknai setiap yang saya lakukan dan saya rasakan saat menjadi jembatan.
Selain itu, menjalankan tugas relawan disaat kuliah profesi Apoteker tidak mudah bagi saya. Menempuh jarak sekitar 17km 2x/hari sangat melelahkan dan membut saya merasa 'tua di jalan'. Saya harus mengatur waktu, bagaimana bisa bekerja minimal 8 jam saat menjadi relawan, tanpa tertinggal banyak ilmu di kelas. Belum lagi tugas kuliah yang antri untuk dikerjakan. Semua itu berat untuk dijalani, dan karena itu saya sangat sangat salut dan appreciated dengan orang-orang yang kuliah sambil kerja. Proud of you guys!
Well, sebagai penutup cerita, saya menyadari makna mendalam sebagai relawan Asian Games dalam hidup saya ketika semua amanah yang sudah jalani ini selesai. How to sell a good service for peoples tell me that it build by your experience. More you do, more you know, more you learn, then its build in your life. Setiap relawan yang terlibat, pasti punya makna yang berbeda, dan saya lebih memaknai pengalaman yang saya dapatkan sebagai pelajaran sikap untuk kehidupan saya sebagai Apoteker kelak. Dan terlalu banyak rasa yang saya rasakan selama menjadi relawan Asian Games, dan pelajaran positif saya dapatkan setelahnya.
Bagaimana dengan Anda? :)
Tugas organisir absensi yang dilakukan adalah menandatangani lembar absensi relawan per hari, mengumpulkan lembar absensi relawan per 5 hari (per termin), memastikan relawan telah mengumpulkan lembar absensinya, menyerahkan absensi ke tim admin, serta membantu follow up hak relawan dari INASGOC. Selain absensi di lembar jurnal, sebenarnya adapula absensi melalui aplikasi dan website SVM, namun dalam pelaksanaanya penggunaan teknologi dalam absensi tersebut belum dapat diwujudkan.
Saat menjalani tugas tersebut, saya belajar bagaimana menjual pelayanan yang baik, dan benar, serta bersikap ramah terhadap relawan yang datang mencari saya untuk melakukan absensi. Saya mahasiswa farmasi yang kelak akan menjadi Apoteker (Aamin). Saya akan berhubungan dengan pasien yang memiliki sifat, psikologis, dan etika yang berbeda-beda. Tugas saya di Asian Games ini, melatih saya untuk bersikap, sehingga saya sering menganalogikan relawan sebagai pasien saya. Bersikap ramah dan sabar, walau kesal di sudutkan oleh relawan, tersenyum walau saya lelah dengan kuliah (perjalanan Ciputat-Senayan yang dekat, menjadi melelahkan), dan belajar menyembunyikan rasa unmood.
Selain itu, sebagai jembatan antara relawan dengan INASGOC, saya juga diberikan wewenang untuk mengingatkan, menegur, solve problem (jika memungkinkan) dan wajib melaporkan ke staff HRV jikalau ada relawan yang tidak memenuhi kewajibannya sebagai relawan, contohnya adalah kewajiban menggunakan seragam dari 361 dan tidak merokok di area venue.
Saat menjadi jembatan ini, saya dipaksa untuk bersikap ramah namun tetap tegas. Mengingatkan relawan untuk menggunakan seragam saat di venue, dan tidak merokok di venue adalah kebosanan saya yang terjadi berulang, karena relawan yang tidak juga mengerti. Bersikap tegas dengan melaporkan ketidak nurutan relawan saat saya ingatkan, membuahkan konsekuensi bahwa saya harus 'diambekin' oleh relawan tersebut. Situasi seeprti itu, membuat saya serba salah. Saya hanya menjalankna tugas saya secara profesional, tapi harus terima dijuluki dengan hal negatif, dan dijauhi oleh relawan tersebut. Konsekuensi yang sangat mahal harus saya tanggung.
Saat menjadi jembatan juga, saya sering difungsikan sebagai tempat mengadu untuk beberapa relawan disana. Segala masalah dan kekecotan di departemennya, maupun antar departemen, mereka adukan ke saya. Meski tidak mood untuk mendengarkan, meski jiwa dan raga saya sangat lelah, meski tidak bisa membantu menyelesaikan masalahnya, semua hal itu dengan sendirinya mengajarkan saya untuk peduli dan bersikap empati. Peduli dan empati penting bagi profesi saya di masa yang akan datang, sehingga saya coba meyakinkan diri saya untuk sabar dan ikhlas, menjalani dan memaknai setiap yang saya lakukan dan saya rasakan saat menjadi jembatan.
Selain itu, menjalankan tugas relawan disaat kuliah profesi Apoteker tidak mudah bagi saya. Menempuh jarak sekitar 17km 2x/hari sangat melelahkan dan membut saya merasa 'tua di jalan'. Saya harus mengatur waktu, bagaimana bisa bekerja minimal 8 jam saat menjadi relawan, tanpa tertinggal banyak ilmu di kelas. Belum lagi tugas kuliah yang antri untuk dikerjakan. Semua itu berat untuk dijalani, dan karena itu saya sangat sangat salut dan appreciated dengan orang-orang yang kuliah sambil kerja. Proud of you guys!
Well, sebagai penutup cerita, saya menyadari makna mendalam sebagai relawan Asian Games dalam hidup saya ketika semua amanah yang sudah jalani ini selesai. How to sell a good service for peoples tell me that it build by your experience. More you do, more you know, more you learn, then its build in your life. Setiap relawan yang terlibat, pasti punya makna yang berbeda, dan saya lebih memaknai pengalaman yang saya dapatkan sebagai pelajaran sikap untuk kehidupan saya sebagai Apoteker kelak. Dan terlalu banyak rasa yang saya rasakan selama menjadi relawan Asian Games, dan pelajaran positif saya dapatkan setelahnya.
Bagaimana dengan Anda? :)
Komentar
Posting Komentar